
Asahan,KOMPASTALK.CO – Gerakan Aliansi Rakyat Indonesia (GARI) kembali menyoroti PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (PT BSP) terkait dugaan penguasaan lahan sawit eks Hak Guna Usaha (HGU) yang telah berakhir. Ketua Dewan Pembina Pusat GARI, Adv. Akhmat Saipul Sirait, SH, mendesak Kejaksaan Negeri Asahan untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan tersebut.
Menurut GARI, PT BSP diduga masih memanfaatkan lahan seluas ±18.922 hektar secara komersial, meskipun HGU Nomor 66/HGU/DA/85/B/51 Tahun 1996 telah berakhir. Lahan yang berlokasi di Kecamatan Kisaran Timur dan Kecamatan Tinggi Raja, termasuk Desa Terusan Tengah, Desa Padang Sari, dan Desa Tinggi Raja, kini berstatus tanah negara.
Dalam mediasi di Polres Asahan, Humas PT BSP, Yudha, menyatakan bahwa perusahaan telah membayar pajak terkait lahan tersebut. Namun, Yudha tidak merinci jenis pajak yang dibayarkan, sehingga menimbulkan spekulasi mengenai legalitas pembayaran dan potensi keterlibatan oknum tertentu.
Akhmat Saipul Sirait menyatakan kekhawatirannya atas dugaan praktik pembayaran pajak yang tidak sah. “Lahan tanpa HGU seharusnya tidak menjadi objek pungutan pajak,” tegasnya. Ia menduga adanya oknum perusahaan yang berkolaborasi dengan mafia tanah dan mafia kelapa sawit, yang memperparah kerugian negara dan masyarakat lokal.
GARI menekankan bahwa Kejaksaan memiliki dasar hukum yang kuat untuk memulai pemeriksaan tanpa menunggu laporan masyarakat, merujuk pada UU Kejaksaan RI, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Peraturan Jaksa Agung RI tentang Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Perkara.
Potensi Kerugian Negara
GARI mengidentifikasi beberapa potensi kerugian negara akibat situasi ini, antara lain:
- Pajak tidak sesuai aturan atau tidak dibayarkan, menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara.
- Indikasi keterlibatan pihak lain yang membiarkan atau mengambil keuntungan dari penguasaan lahan ilegal.
- Hilangnya pendapatan negara dari aset tanah dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
- Kerugian akibat terganggunya program reforma agraria dan hilangnya hak masyarakat adat untuk mengelola tanah leluhur.
- Kerugian ekonomi daerah akibat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perkebunan yang tidak diterima.
- Potensi kolusi dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum yang memfasilitasi penguasaan ilegal.
- Hilangnya kontrol negara terhadap aset yang seharusnya diawasi dan dimanfaatkan secara sah.
Estimasi Kerugian
Dengan luas lahan ±18.922 ha, produksi sawit rata-rata 20 ton/ha/tahun, harga TBS Rp2.000.000/ton, dan lama penguasaan ilegal 3 tahun, GARI memperkirakan kerugian negara mencapai sekitar Rp2,27 Triliun. Perhitungan ini bersifat estimasi awal, dan nilai resmi kerugian negara akan ditentukan oleh pihak Kejaksaan.
Tuntutan GARI
GARI mendesak Kejaksaan Negeri Asahan untuk:
- Menyelidiki dugaan penguasaan tanah negara secara ilegal oleh PT BSP.
- Mengamankan lahan eks HGU agar tidak terus dikuasai tanpa dasar hukum.
- Menindak oknum yang terlibat dalam pungutan pajak yang tidak sah atau ilegal.
“Kasus ini menyangkut kedaulatan negara dan hak rakyat atas tanah. Penegak hukum harus bertindak tegas agar tidak terjadi pembiaran,” tegas Akhmat Saipul Sirait.(tim)
